Papi..::.. Smangaattt..
Bangga bwanget aq pi..
=======================================================
Para kompasioner, melalui media ini saya hanya ingin menulis tentang
sebuah semangat kepedulian, dan tulisan saya harus saya awali dengan flashback
sejarah kehidupan sebelum saya yaitu dari sejarah singkat hidup orang tua saya,
ayah saya yang tercinta …
Profesi ataupun pekerjaan almarhum ayah saya semasa hidupnya adalah
kepala tata usaha Pendidikan Guru Agama Islam Negeri
(PGAN 6) yang sekarang dibagi menjadi 2 yaitu MAN(setingkat SMA) dan
MTsn(setingkat SMP)
Karir pekerjaan
ayah saya sebelumnya adalah sebagai militer, beliau masuk menjadi anggota ABRI
bareng dengan kakaknya (pak dhe saya). Akan tetapi dalam perjalanan sejarah
hidupnya, karena di rumah (Jogja) ayahnya (kakek saya) selalu sakit-sakitan,
maka demi sebuah apa yang dinamakan kepedulian ayah saya yang mengalah untuk
keluar dari kedinasan militer dan pulang kampung untuk mengurus orang tuanya.
Dalam jenjang
karier kemiliterannya pakde saya hingga usia pensiun bisa mencapai pangkat
sebagai perwira tinggi yang tentu saja dibarengi dengan tingkat kehidupan yang
melebihi dari cukup, paling tidak menurut saya.; disisi lain jenjang karier
ayah saya memang sedikit beruntung bisa
mencapai menjadi kepala tata usaha, akan tetapi dalam segi finansial, ayah saya
termasuk dalam kategori pas-pasan.
Melalui paparan
diatas saya hanya ingin mengambil sebuah hikmah, bahwa demi yang namanya
sebuah kepedulian, ayah saya rela untuk
“mengorbankan” kariernya. Namun disini saya tidak ingin mengatakan tentang mana
yang baik dan yang tidak baik, sebab sebuah kepedulian bagi saya dan saya yakin
juga bagi ayah saya adalah sebuah pilihan, sebuah panggilan jiwa dan moral. Dan
itu harus dilakukan oleh salah seorang dari kita, sebab kalau tidak demikian
maka keseimbangan dunia ini akan runtuh.
Dalam banyak hal
saya tidak suka dengan sikap ayah saya, tapi dalam satu hal ini saya “sungguh”
sangat mengaguminya; dan hanya dengan satu hal inilah segala ketidak suka an
saya pada sikap ayah saya tertutupi dengan sendirinya, dan itulah yang
membentuk sebuah pilihan hidup saya, pilihan hidup untuk tetap “peduli”.
Memang dalam hal
“peduli” beberapa hari yang lalu salah seorang teman mengatakan bahwa untuk melakukan sebuah
kepedulian, kita harus punya modal, kalau tidak itu sama dengan bunuh diri …
Barangkali
perkataan tersebut benar adanya, tapi bagi saya kepedulian adalah melebihi dari
itu, kepedulian adalah sebuah “roh” dan bukan “materi”
Selain hal tersebut meski saya adalah orang
yang selalu menggunakan logika, saya juga yakin selain “roh” yang ada dalam
pikiran dan benak saya, masih ada “roh” atau kekuatan lain yang akan selalu
membantu dalam setiap tindakan kepedulian kita, yaitu “ROH” yang maha agung
yaitu Tuhan.
Sebuah kekuatan yang tiada batas, sebuah Mugen Power!
Ada juga ilustrasi bahwa kepedulian itu ibarat lilin
atau juga permen yang akan meleleh dengan sendirinya.
Tapi bagi saya lilin dan permen
yang habis meleleh adalah hanya sebuah bentuk fisiknya saja, sedangkan
“spiritnya” akan selalu ada…
Dalam hal ini saya juga
termotivasi dan terinspirasi dengan istilah “bike to work” yang selama ini saya
anggap sebagai sebuah perkumpulan bersepeda, namun pada kenyataannya adalah
lebih dari itu, “bike to work” adalah sebuah semangat untuk kembali bekerja
dengan bersepeda, kembali pada hal-hal yang lebih sederhana dan manusiawi lagi,
dan kesedehanaan biasanya lambang kebenaran (Junanto Herrdiawan, Ekonom
Indonesia, kompasioner yang tinggal di Jepang)
Cerita selanjutnya sedang
disusun (dengan spontan) he he … dan bisa dibaca di http://www.kompasiana.com/datasolusindo
Komentar :
Posting Komentar